1 Persaudaraan dalam Islam 2. Keyakinan dan Dedikasi Kisah Cinta Salman Al-Farisi dan Abu Darda' 1. Cinta dalam Islam 2. Pengorbanan dalam Cinta Kisah Abu Darda, Terlalu Rajin Ibadah Sehingga Lupa Istri dan Membenci Harta Kisah Abu Darda dan Salman Al-Farisi Apa itu Kisah Abu Darda dan Salman Al-Farisi? Makna Kisah Abu Darda dan Salman Al-Farisi
Salman al-Farisi merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Lelaki itu berasal dari Persia. Di negeri asalnya, ia merupakan orang merdeka. Namun, dalam perjalanan ke Jazirah Arab untuk mencari utusan Allah—sebagimana dipesankan seorang mantan gurunya—ia mengalami musibah. Sampai-sampai, dirinya sempat menjadi budak belian. Saat berjumpa dengan Rasulullah SAW, Salman langsung menyatakan keimanannya. Dengan bantuan beliau dan sejumlah Muslimin, dirinya pun dibebaskan dari status hamba sahaya. Sejak saat itu, ia tidak pernah absen dari perjuangan di jalan dakwah bersama dengan Nabi SAW. Mengikuti jejak beliau, Salman turut berhijrah ke Madinah. Di kota tersebut, Rasul SAW mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan penduduk setempat Anshar. Bagi yang belum memiliki tempat tinggal, dipersilakan menempati pelataran Masjid Nabawi yakni bagian yang disebut sebagai Suffah. Saat berjumpa dengan Rasulullah SAW, Salman langsung menyatakan keimanannya. Di Madinah, Salman sangat rajin dalam menuntut ilmu dan juga bekerja. Ia menghayati betul sabda Nabi SAW, “Tidak ada orang yang mendapatkan makanan yang lebih baik daripada hasil dari pekerjaan tangannya sendiri.” Sebagian penghasilannya ditabung untuk menghadapi hari depan. Akhirnya, Salman ingin menikah. Selama ini, hatinya diam-diam condong pada seorang wanita salehah dari kalangan Anshar. Akan tetapi, dirinya belum berani melamar Muslimah tersebut. Sebagai seorang pendatang dari luar Arab, ia merasa kurang percaya diri. Bagaimana adat melamar wanita menurut tradisi masyarakat Madinah? Ia belum bisa memastikan. Yang jelas, jangan sampai melangkah tanpa persiapan yang matang. Karena itu, Salman berinisiatif untuk meminta bantuan dari seorang Anshar, yakni Abu Darda. Begitu mengetahui maksud kedatangan Salman, Abu Darda mengucapkan hamdalah. Sosok yang bernama asli Uwaimir bin Malik al-Khazraji itu turut senang melihat seorang Muslim yang saleh hendak menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, dirinya bersedia membantu pemuda asal Persia tersebut. Selama beberapa hari, segala persiapan dilakukan. Barulah kemudian, Salman dengan ditemani Abu Darda mendatangi kediaman keluarga sang gadis yang dimaksud. Mereka diterima dengan baik oleh tuan rumah. Salman dengan ditemani Abu Darda mendatangi kediaman keluarga sang gadis yang dimaksud. Mereka diterima dengan baik oleh tuan rumah. “Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya, Salman, dari Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam. Ia pun turut dalam jihad dan beramal di sisi Rasulullah SAW. Bahkan, beliau menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri,” ujar Abu Darda dengan fasihnya menggunakan dialek bahasa Arab Madinah. Setelah perkenalan, ia pun menyampaikan maksud kedatangan. Tujuannya bertamu ialah mewakili Salman untuk melamar putri sang tuan rumah. Rupanya, bapak si gadis itu merasa senang sekali. “Sebuah kehormatan bagi kami menerima sahabat Rasulullah SAW yang mulia. Kami pun senang jika memiliki menantu dari kalangan sahabat,” ujar ayah si wanita. Namun, sang tuan rumah tidak langsung memberi keputusan. Seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, ia terlebih dahulu menanyakan pendapat putrinya tentang lamaran tersebut. “Jadi, saya serahkan keputusan pada putri kami,” ujarnya kepada kedua tamunya itu. Selama beberapa menit, ia meninggalkan Salman dan Abu Darda sejenak di ruang tamu. Dari arah kamar, kemudian datanglah sang tuan rumah dan istrinya. Adapun putri mereka berada di balik hijab. Gadis itu telah mengetahui duduk perkara kedatangan Salman dan Abu Darda. Sejurus kemudian, ibunda wanita itu berkata, “Mohon maaf kami perlu berterus terang.” Seketika, kedua tamu itu merasa tegang menanti jawaban. Gadis itu telah mengetahui duduk perkara kedatangan Salman dan Abu Darda. Sejurus kemudian, ibunda wanita itu berkata. “Maaf atas keterusterangan kami. Putri kami menolak lamaran Salman,” sambung si ibu. Jawaban tersebut sempat mengguncang hati Salman. Bagaimanapun, sahabat Nabi SAW itu tetap tegar. Ternyata, apa yang ingin disampaikan istri tuan rumah itu belum selesai. “Namun, lantaran kalian berdualah yang datang kepada kami, dengan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan. Putri kami akan menjawab iya apabila Abu Darda yang memiliki keinginan yang sama seperti Salman.” Perkataan itu menggetarkan lagi dada Salman. Ternyata, gadis yang ingin dilamarnya itu lebih memilih Abu Darda. Boleh jadi, sang sahabat Nabi SAW akan patah hati menghadapi situasi ini. Akan tetapi, yang ditunjukkannya adalah perasaan gembira. Kekukuhan iman membuatnya ikut senang dengan kebahagiaan yang diterima kawannya, Abu Darda. “Allahu akbar, semua mahar dan harta yang kupersiapkan hari ini akan kuserahkan kepada Abu Darda. Aku pun bersedia menjadi saksi pernikahan kalian,” katanya dengan wajah senang dan kelapangan hati. Akhirnya, disepakatilah mengenai tanggal pernikahan. Dalam perjalanan pulang, Abu Darda mengungkapkan perasaannya, “Wahai Salman, aku merasa malu padamu atas terjadinya peristiwa tadi.” “Aku lebih pantas merasa malu denganmu. Aku memang hendak melamarnya, sementara Allah telah memutuskan bahwa wanita tersebut adalah untukmu,” kata Salman. Alih-alih kecewa atau iri dengki, ia ikut merasa gembira dengan rezeki Allah SWT yang sampai pada sahabatnya. Ketegaran dan ketulusan hatinya patut menjadi uswah bagi kita semua.Inilah(Kisah Salman Al-Farisi dalam Mencari Kebenaran) yang dikemas dengan alur cerita yang sangat mudah dipahami, dan menggunakan bahasa yang ringan. Langsung saja, mari kita simak bersama-sama. Perjalanan Salman Al-Farisi dalam mencari kebenaran ini, penuh dengan kejutan yang bisa membuat kita terkagum dengan kegigihan beliau.loading...Kisah cinta Salman Al Farisi adalah perasaan cinta karena iman, sehingga mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Foto ilustrasi/ist Mungkin kita sering mendengar ada teman atau sahabat menelikung cinta ? Atau kala harus menghadapi kenyataan pahit bahwa orang yang kita cintai justru memilih sahabat sendiri untuk dinikahi? Tak terbayang bagaimana perasaan tahukah muslimah? Ternyata kisah seperti itu sudah terjadi lebih dari tahun yang lalu. Kisah dari sahabat Rasulullah, Salman Al-Farisi, yang darinya kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah terpuji sebagai seorang mukmin tersebut termaktub dalam kitabShifat al-Shafwahkarya Ibnu al-Jauzi.Baca juga Inilah Pintu - pintu Surga untuk Perempuan Kisah itu dimulai saat Salman Al-Farisi, anak seorang bangsawan , bupati, di daerah kelahirannya, Persia . Ketika sudah memasuki usia yang cukup untuk menikah. Hati Salman kepincut perempuan Anshar. Yakni perempuan asli kelahiran Madinah. Di kalangan kaum Anshar , Salman sejatinya dianggap sebagai keluarga mereka. Demikian juga kaum Muhajirin . Pendatang dari Makkah ini juga menganggap Salman bagian dari kaum bagaimana pun, Madinah bukanlah tempat ia tumbuh dewasa. Ia berpikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi urusan pelik bagi seorang pendatang seperti dirinya. Maka, disampaikanlah gejolak hati itu kepada sahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.Baca juga Hakikatnya untuk Diri Sendiri, Maka Berikan Sedekah dengan Harta Terbaik Abu Darda pun sangat senang mendengar kabar dan niat baik sahabatnya itu. “Subhanallah, Walhamdulillah,”ujar Abu Darda mengungkapkan kegembiraannya. Dan ketika itu pula, Salman Al Farisi bermaksud melamar gadis pujaan hatinya itu. Dia mengajak sahabatnya, Abu Darda, untuk menemaninya. Abu Darda merasa tersanjung dengan ajakan Salman itu. Ia pun memeluk Salman Al Farisi dan bersedia segala sesuatunya dianggap beres, keduanya pun mendatangi rumah sang gadis. Selama perjalanan, mereka tampak gembira. Setiba di tujuan, keduanya diterima dengan tangan terbuka oleh kedua orang tua wanita Anshar tersebut.Baca juga Mihnah, Pelengkap Busana Muslimah yang Penting Diketahui Abu Darda menjadi juru bicara. Ia memperkenalkan dirinya dan juga Salman Al Farisi. Ia menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah SAW. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk maksud mereka melamar putrinya, membuat tuan rumah merasa sangat terhormat. Mereka senang akan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Hanya saja, sang ayah tidak serta merta menerima lamaran itu. Sebagaimana diajarkan Rasulullah, sang ayah harus bertanya dulu bagaimana pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari putrinya secara penuh.Baca juga Babak Baru UU Cipta Kerja, 40 Aturan Turunan Dikejar Demi Diterima Buruh Sang ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada di balik hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar percakapan sang ayah dengan Abu Darda. Gadis ini juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria yang jantung Salman Al Farisi saat menunggu jawaban dari balik tambatan hatinya. Abu Darda pun menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah lembut keibuan sang bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al Farisi.Baca juga Waspadai Pancaroba, Dosen Ini Ingatkan Pentingnya Jaga Imunitas Tubuh “Mohon maaf kami perlu berterus terang,” kalimat itu membuat Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar tak sabar. Perasaan tegang dan gelisah pun menyeruak dalam diri mereka berdua.“Karena kalian berdua yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi,” katanya.Baca juga Aksi Gerakan Saling Berbagi Digelar di Depok, Warga Ikutan Taruh Bahan Pangan Keterusterangan yang di luar prediksi. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Hal Ironis sekaligus indah. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Persahabatan antara Salman Al Farisi dengan Abu Darda adalah persahabatan yang semata-mata bermuara pada ridhonya Allah SWT.. Tak hanya menjalin hubungan persahabatan, keduanya bahkan dipersaudarakan oleh Rasulullah SAW dan saling mengingatkan kepada ketaatan.. Berikut ini terdapat penggalan cerita singkat Salman Al Farisi yang mengingatkan Abu Darda dalam ketaatan yang Terakhirdiperbaharui: Selasa, 14 Desember 2021 pukul 9:11 am. Tautan: Menyampaikan Kisah Salman Al-Farisi Kepada Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 03 Jumadal Awwal 1443 H / 7 Desember 2021 M.